BLORA || Portaljatengnews.com – Viralnya video TikTok yang diunggah oleh akun ‘Petani Hutan’ nampak percekcokan antara dua laki-laki dan disaksikan sejumlah orang, terlihat seolah-olah memperebutkan lahan garapan KHDPK (Kawasan Hutan dengan Pengelolaan Khusus) namun faktanya terdapat kegiatan illegal logging.
Dugaan Illegal logging tersebut terjadi di wilayah hutan negara yang dikelola perhutani, berada di petak 95 b dan 95 c, turut wilayah Desa Kutukan, Kecamatan Randublatung, Kabupaten Blora, Jawa Tengah, Minggu, 15 Desember 2024 kemarin.
“Untuk jumlah pohon yang dipotong, ada 51 batang. Terbukti dari jumlah kayu yang sudah roboh dan tunggak (akar) kayu jati yang berada di TKP,” jelas Rastim, Waka ADM Perhutani KPH Randublatung, saat ditemui media Portaljatengnews.com. Rabu (18/12/2024).
“Terkait illegal logging harus diusut tuntas. Kepada Presiden RI pak Prabowo, Kapolri, Kapolda Jateng, Kapolres Blora, kasus ini bisa menjadi perhatian khusus dan harus diusut sampai tuntas,” tegas Waka.
Lanjut dia, sebenarnya vidio tersebut tidak utuh, tapi sudah dipotong. Potongan vidio tersebut difokuskan hanya pada percakapan yang menyudutkan dirinya, yang seolah-olah ia marah-marah memperebutkan lahan garapan KHDPK, kemudian diposting di medsos tiktok.
“Seharusnya kalau membuat informasi di medsos itu yang sesusai fakta. Jangan meracuni masyarakat dengan memberikan informasi separo, ini bisa menimbulkan fitnah dan informasi hoax,” ungkap Waka Rastim.
“Dari kejadian tersebut saya sudah dipanggil pihak terkait, bahkan dari atasan kami, untuk dimintai keterangan. Disitu saya jelaskan secara gamblang terkait kronologi kejadiannya. Faktanya tidak seperti di vidio yang beredar,” terangnya.
Lanjut Waka, yang terlihat ribut itu terjadi antara petugas perhutani dan masyarakat pengelola lahan KHDPK yang sudah berizin namun tidak menjalankan SK 185 / MENLHK/ SETJEN/PSL. 0/3/2023 Tentang Perhutanan Sosial Kemitraan Kehutanan Perhutani. Kejadian cekcok seperti ini tidak hanya sekali, melainkan sudah berulang-ulang.
“Kami sudah berupaya pendekatan kepada mereka dan sudah kami jelaskan, silahkan kalau mau menggarap, asal jangan merusak kawasan hutan dan regulasinya harus dilalui dengan baik dan benar. Kami sudah berupaya dan bersurat 2 kali, mereka untuk melengkapi dokumen dan persyaratan untuk dilakukan kerja sama,” katanya.
“Tapi mereka menolak PSKK (Perhutanan Sosial Kemitraan Kehutanan), padahal itu dari Kementerian Kehutanan sudah ditentukan lokasi tersebut masuk SK 185. Artinya masih dalam pangkuan kelola perhutani yang rencana dikerjasamakan dengan pihak KTH (Kelompok Tani Hutan)” jelas Waka.
Tambah Waka, mereka berharap bahwa lokasi tersebut masuk ke KHDPK PS (Kawasan Hutan Dengan Pengelolaan Khusus untuk Perhutanan Sosial) dengan HKM (Hutan Kemasyarakatan), jadi lepas dari Perhutani.
Sudah ditentukan dari pemerintah, yakni Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan. Ini lokasi yang masuk Hutan Kemasyarakatan, Kawasan Hutan Dengan Pengelolaan Khusus (KHDPK) dan kemitraan.
“Itu sudah jelas disana, tapi mereka namanya mengusulkan belum tentu disetujui. Dari kementerian ada pertek (persetujuan teknis), bahwa lokasi tersebut cocok atau tidak untuk kemitraan, cocok apa tidak untuk Hutan Kemasyarakatan,” terang Waka.
“Pada intinya kita mendukung program dari pemerintah khususnya Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, dengan SK No 185,” ungkapnya.
Waka menjelaskan, ADM sudah bersurat menagih kepada 9 KTH untuk segera melengkapi dokumen dan persyaratannya. “Dan kami sudah bersurat 2 kali tidak ada tanggapan dari pihak KTH. Kemudian, yang kita larang itu bukan menggarap lahan disana, melainkan yang kita permasalahkan yaitu adanya kegiatan pengerusakan tegakan dilokasi tersebut dan kami cek ada kurang lebih 51 pohon,” jelasnya.
“Terkait dengan pembelokan substansi masalah yang mana kita sebagai petugas yang diberikan mandat guna mengamankan hutan, tapi malah dituduh mengintimidasi masyarakat,” pungkasnya.
Laporan: Wawan