GROBOGAN || Portaljatengnews.com – Ketua Wartawan Grobogan Network, Suwarno, menegaskan, jangan sampai aparat penegak hukum dalam menjalankan proses pelayanan kepada masyarakat malah melakukan diskriminasi.
Menurut Suwarno, tentunya masyarakat membutuhkan kepastian hukum yang berkeadilan.
“Sesuai konsepsi presisi, setiap penanganan perkara harus prediktif, responsibilitas dan transparan berkeadilan,” tuturnya. Jumat (30/5/2025).
Suwarno mengatakan, aparat penegak hukum seharusnya memperhatikan prosedur penanganan kasus, jangan sampai ada motif lain, yang terkesan dipaksakan hingga menimbulkan dugaan diskriminasi.
“Tidak boleh pola seperti pengkondisian atau seperti hal lain yang merugikan masyarakat,” tegas Suwarno
Sebelumnya, seorang pria bernama Zamroden, warga Pegaden, Kecamatan Wonopringgo, Pekalongan dilaporkan di Polres Pekalongan Kota, atas dugaan penipuan dan penggelapan dengan laporan polisi nomor LP/B/45/V/2025/SPKT/POLRES PEKALONGAN KOTA/POLDA JATENG, tanggal 13 Mei 2025.
Dalam LP tersebut dijelaskan, peristiwa terjadi pada Sabtu 3 Mei 2025 pukul 14.30 WIB, di Kelurahan Watusalam, Kecamatan Buaran, Kabupaten Pekalongan dan di wilayah hukum Polres Pekalongan Kota.
Menurut penuturan Zamroden, dilansir dari Media Indonesia Maju, bahwa obyek kasusnya adalah uang sebesar Rp 6 Juta yang diberikan dari pihak pelaku penggelapan mobil rental di Pekalongan.
“Awalnya saya diberikan uang Rp 6 juta oleh istri Slamet untuk membantu mondar-mandir mengurus perkara suaminya. Uang itu saya gunakan untuk operasional, termasuk untuk menemui pengacara korban,” tutur Zam, sapaan akrabnya. Selasa (27/5/2025).
Menurutnya, sebagian dananya digunakan untuk kebutuhan di tahanan, seperti memberi Rp 800 ribu kepada Abdul Ghoni, tersangka lain dalam kasus tersebut.
“Sebagian uang diserahkan langsung, sebagian dititipkan lewat penjaga tahanan untuk membeli makanan, dan sisanya untuk operasional,” ujarnya.
Selain itu, Zam juga sempat memberikan Rp 1,5 juta kepada pengacara korban, dari permintaan awal Rp 2,5 juta. Namun, pada 12 Mei 2025, pengacara tersebut tiba-tiba mengembalikan uang tersebut tanpa penjelasan.
Kemudian yang membuatnya terkejut, pada 21 Mei 2025, Zam menerima dua surat dari Polres Pekalongan Kota diantaranya surat panggilan dan surat pemberitahuan dimulainya penyidikan(SPDP) dengan tanggal yang masing-masing surat sama yaitu tanggal 20 Mei 2025.
Dikatakan, bahwa tidak ada surat klarifikasi, namun tiba-tiba muncul dua surat sekaligus.
“Saya sempat syok, dan jatuh sakit. hingga saya meminta tambahan waktu pemanggilan,” ujarnya.
Selanjutnya, pada 27 Mei 2025, pukul 10.00 WIB, Zam akhirnya mendatangi Polres Pekalongan Kota, dan diperiksa hingga malam.
“Sekitar pukul 22.30 WIB, saya diberi tahu bahwa saya telah ditetapkan sebagai tersangka. Yang melapor adalah istri Abdul Ghoni, padahal saya tidak pernah berhubungan atau menerima uang langsung darinya,” ungkap Zam.
Diungkapkan, sebelum dirinya ditetapkan tersangka, diketahui telah membongkar dugaan pungli di tahanan Polda Jateng.
Ia merasa kasus ini penuh kejanggalan dan terkesan dipaksakan. “Saya merasa tidak diberi kesempatan untuk melakukan pembelaan secara hukum. Ini seperti kriminalisasi. Saya minta kepada Bapak Kapolres Pekalongan Kota, Bapak Kapolda Jateng, dan Bapak Kapolri untuk mengkaji ulang perkara ini,” pinta Zam.
Sementara, Kasat Reskrim Polres Pekalongan Kota, saat dimintai konfirmasi perihal kasus tersebut via WhatsApp tidak ada tanggapan. (Putra/*)