MAGELANG || Portaljatengnews.com – Laporan ke Polres Magelang Kota terkait dugaan penggelapan satu unit truk Canter Colt Diesel milik Sholikun, warga Desa Blerong kecamatan Guntur, Kabupaten Demak, dinilai “mandek”.
Laporan yang sudah dilayangkan sejak beberapa bulan lalu, namun pihak kepolisian belum menunjukkan progres berarti. Ironisnya, meski kasus ini sempat menjadi sorotan publik melalui pemberitaan media, penyidik Unit 1 Satreskrim Polres Magelang Kota terkesan abai dan enggan terbuka terhadap penanganan kasus tersebut.
“Laporan kami ibarat dibuang ke tong kosong. Tidak ada perkembangan. Kalau rakyat kecil seperti kami tidak didengar, hukum ini sebenarnya untuk siapa?” ujar Sholikun saat dikonfirmasi, Senin (15/7/2025).
Tak Sanggup Bayar Pengacara, Dibantu Kakak Wartawan
Karena keterbatasan ekonomi, Sholikun tidak mampu menyewa pengacara untuk mendampingi proses hukumnya. Ia akhirnya hanya bisa menggantungkan harapan pada kakaknya, yang merupakan Pimpinan Redaksi media Mitra Tribrata News.
“Kami hanya punya niat baik dan bukti. Tapi karena tak ada biaya untuk pengacara, kami hanya bisa bantu lewat media. Kalau penegak hukum pun tidak bergerak, habislah sudah kepercayaan rakyat kecil,” ujar sang kakak, Alex, Pemimpin Redaksi Mitra Tribrata News.
Alex menyebut sudah beberapa kali mencoba komunikasi dengan pihak penyidik, yakni AKBR dan Kanit Unit 1 Reskrim SYRF, namun hasilnya nihil. “Kami hanya minta satu hal: keadilan. Jangan karena ini hanya truk rakyat kecil, lalu dianggap sepele,” tegasnya.
Pakar Hukum: Polisi Tak Bisa Pilih Kasus Berdasarkan Status Sosial
Dosen Hukum Pidana dari Universitas Semarang (USM), Dr. Widodo Mulyanto, SH., MH, menilai bahwa mandeknya penanganan kasus seperti ini menjadi cerminan buruk wajah penegakan hukum di tingkat daerah.
“Ketika penyidik tidak segera menindaklanjuti laporan masyarakat, apalagi disertai bukti awal yang cukup, maka hal itu bisa dikategorikan sebagai bentuk pembiaran dan pelanggaran prinsip due process of law,” ujarnya saat dihubungi via telepon.
Ia menegaskan bahwa Polri sebagai institusi negara tidak boleh pilih kasih dalam menangani laporan, apalagi berdasarkan latar belakang sosial atau kemampuan finansial pelapor.
“Hukum harus tajam ke atas dan ke bawah. Jangan justru hanya tajam ke rakyat kecil, tumpul ke elite,” tandasnya.
LSM: Institusi Polisi Kehilangan Hati Nurani
Ketua LSM Keadilan Nusantara, Dwi Rakhmad, juga angkat bicara. Menurutnya, kasus Sholikun adalah salah satu dari banyak potret ketidakadilan hukum yang dialami masyarakat kecil.
“Kalau hari ini rakyat kecil dipermainkan dalam proses hukum, maka ke mana lagi masyarakat harus mencari perlindungan? Polisi hari ini bukan hanya dituntut menegakkan hukum, tapi menegakkan keadilan sosial,” tegasnya.
Ia meminta atensi langsung dari Kapolda Jawa Tengah bahkan Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo agar memberikan evaluasi terhadap kinerja penyidik Polres Magelang Kota yang dinilai lalai dan tidak profesional.
Masyarakat Bertanya: Apakah Polisi Masih untuk Rakyat?
Kekecewaan masyarakat atas tidak adanya progres dalam penanganan kasus ini semakin meluas. Di berbagai media sosial, netizen menyoroti lemahnya respons Polres Magelang Kota. Mereka mempertanyakan, apakah Polri masih menjadi pelindung rakyat atau hanya pelindung kepentingan elit?
“Kalau orang kecil lapor polisi tapi tidak didengar, lebih baik bikin konten viral saja, mungkin baru polisi bergerak,” tulis akun @WargaKecil_78 dalam unggahannya yang disukai ribuan orang. (VS)
Editor : Heri